KEKUATAN PUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR) TERHADAP PEMAKZULAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.55681/seikat.v2i1.391Keywords:
Pemakzulan, Presiden dan/atau Wakil Presiden, MPRAbstract
Dalam sejarah Indonesia sebanyak 2 (dua) kali terjadi pemakzulan presiden hal tersebut terjadi sebelum amandemen UUD 1945. Namun, setelah amandemen UUD 1945 belum pernah terjadi pemakzulan presiden di Indonesia. Proses pemakzulan presiden di Indonesia sesudah amandemen mempunyai 3 (tiga) tahap, pertama, dari DPR meminta putusan kepada MK atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden, kedua, MK memutuskan atas pendapat DPR, dan putusannya diserahkan kepada DPR, apabila dalam putusan MK bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dalam Pasal 7A UUD 1945, maka DPR melakukan sidang paripurna, untuk mengajukan kepada MPR, ketiga, MPR melakukan sidang paripurna setelah menerima usulan dari DPR, MPR melakukan rapat paripurna yang harus dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan mendapat persetujuan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Artinya bahwa MPR dalam memberikan putusan harus secara voting. Dengan demiki, terjadi konflik norma antara Pasal 1 ayat (3) dengan Pasal 7B UUD 1945, dikarenakan dalam hal ini kekuatan putusan hakim tidak mengikat, yang keputusan mengikat berada di MPR. Maka menarik untuk dikaji terkait kekuatan putusan MPR dalam hal pemakzulan presiden dan wakil presiden di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative. Hasil penelitian ini bahwa MPR mempunyai hak mutlak untuk memakzulkan presiden dan wakil presiden artinya bisa menganulir putusan MK, di saat tidak tercapai persetujuan 2/3 dari ¾ jumlah anggota yang dalam rapat dan presiden dan/atau wakil presiden tidak bisa dimakzulkan dimana MPR yang hadir dalam rapat tidak tercapai dari ¾ jumlah anggota MPR, artinya bahwa peranan politik MPR bisa mengalahkan putusan MK.
Downloads
References
Asshiddiqie, J. (2005a). Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta: Konstitusi Press.
Asshiddiqie, J. (2005b). Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkama Konstitusi” Kerjasama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan Konrad Adenauer Stiftung. Jakarta: Laporan Penelitian.
Asshiddiqie, J. (2006). Mengenal Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI: Sekjen dan Kepaniteraan.
Marzuki, L. (2006). Berjalan-Jalan di Ranah Hukum. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI.
Marzuki, L. (2008a). Dari Timur ke Barat Memandu Hukum. Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Marzuki, L. (2008b). Memandu Hukum. Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MK.
Marzuki, P. M. (2011). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Rachman, I. N. (2011). Penguatan Fungsi Pengawasan Legislatif terhadap Eksekutif Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi.
Saputra, F., & Muksalmina. (2020). Kekuatan Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Hal Pemberhentian Presiden Dan/Atau Wakil Presiden. Jurnal Hukum Sasana, 6(2), 166–183. Retrieved from https://doi.org/10.31599/sasana.v6i2.361
Zoelva, H. (2011). Pemakzulan Presiden di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 SEIKAT: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hukum
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.